Gerhana
Matahari terjadi
ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari sehingga menutup
sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan
Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak
rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari
yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.
Gerhana
Matahari dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu: Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Sebagian,
dan Gerhana Matahari Cincin.
Sebuah
gerhana Matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana,
piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan
Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. Ukuran piringan
Matahari dan piringan Bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak
Bumi-Bulan dan Bumi-Matahari.
Gerhana
sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup
sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari
piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.
Gerhana
cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup
sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan
Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada
di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh
piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan
Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang
bercahaya.
Gerhana
Matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana
Matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena
hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.
Ketika
gerhana bulan sedang berlangsung, umat Islam yang melihat atau mengetahui
gerhana tersebut disunnahkan untuk melakukan shalat gerhana bulan (shalat
khusuf).
Mengamati Gerhana Matahari
Melihat
secara langsung ke fotosfer matahari (bagian cincin terang dari Matahari)
walaupun hanya dalam beberapa detik dapat mengakibatkan kerusakan permanen
retina mata karena radiasi tinggi yang tak terlihat yang dipancarkan dari
fotosfer. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kebutaan. Mengamati
gerhana Matahari membutuhkan pelindung mata khusus atau dengan menggunakan
metode melihat secara tidak langsung. Kaca mata sunglasses tidak aman
untuk digunakan karena tidak menyaring radiasi inframerah yang dapat merusak
retina mata. Karena cepatnya peredaran Bumi mengitari matahari, gerhana
matahari tak mungkin berlangsung lebih dari 7 menit dan 58 detik jadi jika
ingin melihatnya lakukan sesegera mungkin.
Gerhana Matahari cincin
Memasuki
tahun astronomi 2009, masyarakat Indonesia disuguhi fenomena langka berupa
gerhana matahari cincin. Setelah sembilan tahun lalu, fenomena itu muncul lagi
pada 26 Januari 2009. Indonesia adalah satu-satunya wilayah daratan yang dapat
mengamati peristiwa alam ini.
Gerhana
matahari cincin (GMC) terjadi karena piringan bulan tidak menutup sepenuhnya
piringan matahari, hanya sekitar 92 persen. Karena itu, saat puncak gerhana,
matahari terlihat seperti cincin yang memancarkan sinar di langit. Bagian
tengah matahari tertutup bulan sehingga tampak gelap.
Penampakan
seperti cincin bersinar inilah yang membedakan GMC dengan gerhana matahari
total (GMT). Saat puncak GMT, seluruh piringan matahari tertutupi secara
sempurna oleh piringan bulan. Akibatnya, suasana terang akan berubah gelap
untuk beberapa saat.
Salah
satu daerah di Indonesia yang memiliki waktu puncak GMC paling lama adalah
Pringsewu, Lampung, dengan lama fase cincin 6 menit 12 detik. Di Pringsewu,
gerhana dimulai pukul 13.19 WIB hingga pukul 17.52. Puncak gerhana terjadi
pukul 16.41.
Wilayah
di muka bumi yang dapat mengamati GMC ini adalah daerah yang dilewati antumbra
atau perpanjangan bayangan inti bulan. Pada gerhana kali ini, beberapa kota di
Indonesia yang dapat menyaksikan GMC adalah Tanjung Karang (Lampung), Serang
(Banten), Tanjung Pandan (Belitung), Ketapang (Kalbar), Puruk Cahu (Kalteng),
dan Samarinda (Kaltim).
- Proses gerhana
Gerhana
matahari merupakan peristiwa jatuhnya bayang- bayang bulan ke permukaan bumi
akibat terhalangnya sinar matahari menuju bumi oleh bulan. Kondisi ini terjadi
jika matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis lurus serta bulan terletak di
sekitar titik potong (titik noda) antara bidang edar bulan mengelilingi bumi
dan bidang edar bumi mengelilingi matahari.
Penampakan
gerhana yang berubah-ubah antara GMC atau GMT terjadi akibat perubahan ukuran
piringan bulan dan matahari dari bumi. Perubahan ukuran piringan bulan dan
matahari itu terjadi akibat lintasan bumi mengelilingi matahari dan lintasan
bulan mengelilingi bumi yang sama-sama berbentuk elips. Lintasan elips pulalah
yang membuat jarak matahari-bumi dan jarak bulan-bumi berubah secara periodik.
Pada
saat jarak matahari-bumi (aphelion) mencapai maksimum sebesar 152,1 juta
kilometer, radius piringan matahari berukuran 944 detik busur (1 detik busur =
1/3.600 derajat). Adapun pada jarak terdekat bumi-matahari (perihelion) sebesar
147,1 juta km, radius piringan matahari mencapai 976 detik busur.
Sementara
itu, jarak bulan- bumi pada titik terjauhnya (apogee) pada jarak 405.500
km memiliki radius piringan bulan sebesar 882 detik busur. Adapun pada titik
terdekatnya antara bulan-bumi sebesar 363.300 km, radius piringan bulan
mencapai 1.006 detik busur.
Bayang-bayang
bulan yang jatuh ke permukaan bumi memiliki dua bagian, yaitu bayangan inti (umbra)
dan bayangan tambahan (penumbra). Penduduk bumi yang dilintasi wilayah
umbra tidak akan melihat matahari karena seluruh sumber cahayanya ditutupi bulan.
Adapun jika berada di daerah yang dilalui penumbra, mereka masih dapat melihat
sebagian sinar matahari.
Dalam
GMC, ujung umbra atau bayang-bayang bulan tidak mencapai permukaan bumi. Hanya
perpanjangan umbra (antumbra atau antiumbra) saja yang sampai ke bumi.
Daerah yang dilalui antumbra itulah yang akan melihat matahari seperti cincin
bercahaya di langit.
- Lintasan gerhana
Jalur
lintasan GMC kali ini bermula di Samudra Atlantik di sebelah barat daya Afrika
pada pukul 06.06 UT (universal time) atau 13.06 WIB. Selanjutnya, GMC
akan terlihat menelusuri bagian selatan Samudra Hindia, daratan Sumatera bagian
selatan, Jawa bagian barat laut, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan
Tengah bagian utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah bagian utara, dan
berakhir di Perairan Mindanao, Filipina, pada pukul 16.52.
Jalur
gerhana ini terentang sepanjang 14.500 km. Waktu total gerhana yaitu sejak
bayang-bayang penumbra bulan mencapai permukaan bumi hingga bayang-bayang
penumbra meninggalkan permukaan bumi, 3 jam 46 menit.
Lama
puncak GMC atau saat cincin matahari terlihat sempurna hanya 7 menit 54 detik
yang terjadi pada pukul 14.58. Kondisi ini hanya dapat diamati di Samudra
Hindia di barat daya Sumatera.
Lebar
jalur bayang-bayang antumbra bulan pada saat puncak gerhana adalah 280,3 km
atau sekitar 0,9 persen permukaan bumi. Inilah yang membuat tidak semua daerah
dapat menyaksikan GMC. Bahkan, lama fase cincin di setiap daerah yang dilewati
antumbra juga berbeda-beda.
Daerah
yang hanya dilalui penumbra atau bayangan tambahan bulan akan menyaksikan
gerhana matahari sebagian (GMS). Hampir seluruh wilayah Indonesia dapat
menyaksikan gerhana model ini, kecuali Papua akibat saat gerhana berlangsung,
matahari sudah tenggelam.
GMS
juga dapat diamati di sejumlah negara, seperti negara-negara di bagian selatan
Afrika, Madagaskar, India bagian tenggara, Australia kecuali Tasmania, serta
negara-negara Asia Tenggara.
Wilayah
di Indonesia bagian tengah dan timur dipastikan tidak akan bisa mengamati GMC
kali ini secara penuh. Awal gerhana yang terjadi menjelang senja membuat
beberapa daerah tidak bisa menikmati puncak gerhana, bahkan akhir gerhana.
Namun uniknya, mengamati gerhana pada waktu senja tentu mengasyikkan.
- Tujuh tahun lagi
Meskipun
gerhana matahari selalu terjadi setiap tahun di bumi, panjangnya jeda waktu
antara gerhana yang satu dan berikutnya membuat GMC kali ini terasa unik
sehingga sayang untuk dilewatkan. Pada GMT 22 Juli 2009, Indonesia, khususnya
di bagian utara, hanya akan dapat mengamati fase GMS. Demikian pula pada GMC 15
Januari 2010, wilayah Indonesia bagian barat juga hanya akan dilewati fase GMS.
Wilayah
Indonesia baru akan dapat mengamati GMT pada 9 Maret 2016 yang terjadi di
sekitar Palembang, Bangka, Sulteng, dan Halmahera. Jadi, masyarakat Indonesia
baru akan melihat gerhana matahari secara penuh pada tujuh tahun lagi.
- Cara aman mengamati
Satu
hal yang harus diperhatikan saat mengamati matahari, baik ketika gerhana maupun
tidak gerhana, yaitu jangan melihat matahari secara langsung. Aturan ini
berlaku baik ketika mengamati matahari dengan mata telanjang maupun menggunakan
alat optik, seperti teleskop atau binokuler.
Untuk
melihat matahari harus menggunakan alat penapis cahaya yang mampu mengurangi
intensitas sinar matahari yang kuat agar tidak merusak retina mata. Sinar
matahari dapat menimbulkan kebutaan temporer hingga permanen.
Namun,
kebutaan yang terjadi tidak seketika setelah melihat matahari, tetapi
perlahan-lahan yang ditandai dengan berkurangnya ketajaman pandangan.
Cara
paling mudah dan praktis mengamati matahari adalah dengan menggunakan kacamata
yang didesain khusus dan dilengkapi filter yang mampu mengurangi intensitas
sinar matahari. Kacamata model ini banyak dijual di toko peralatan astronomi
maupun di internet.
Namun,
penggunaan kacamata ini harus memerhatikan kualitas filter yang digunakan.
Filter yang berkualitas rendah membuat pengamatan matahari hanya dapat
dilakukan beberapa detik yang harus diselingi jeda untuk mengistirahatkan mata
selama beberapa menit. Untuk itu, perlu ditanyakan kepada penjual kacamata
gerhana ini kualitas filter dan durasi aman mengamati matahari.
Jangan
melihat matahari dengan menggunakan kacamata hitam biasa. Kacamata hitam
umumnya didesain hanya untuk mengurangi silau, bukan untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari yang kuat.
Bagi
yang ingin mengamati matahari dengan teleskop atau binokuler, jangan lupa untuk
melapisi lensa yang langsung menghadap ke matahari dengan filter matahari.
Filter ini juga tersedia di sejumlah toko peralatan astronomi.
Jika
tidak, pengguna teleskop atau binokuler dapat mengamati citra gerhana dengan
melihat proyeksinya. Cara ini dilakukan dengan mengarahkan lensa obyektif
teleskop ke matahari dan mengarahkan bayangan yang muncul dari lensa okulernya
pada sebuah kertas. Citra gerhana pada kertas itulah yang diamati, bukan
melihat matahari melalui lensa okuler teleskop.
Cara
lain yang agak sedikit membutuhkan usaha adalah dengan membuat kamera lubang
jarum atau pinhole. Kamera dapat dibuat dengan menggunakan kardus yang diberi
lubang yang dilapisi kertas aluminium untuk mengarahkan sinar matahari. Pada
bagian yang berseberangan dengan sisi kardus yang dilubangi, tempatkan kertas
putih untuk memproyeksikan sinar matahari. Citra pada kertas itu yang dapat
diamati.
Setelah
peralatan untuk mengamati matahari siap, langkah selanjutnya adalah memilih
lokasi pengamatan. Pilih lokasi yang memiliki horizon yang luas. Puncak gedung
tinggi, gunung, dan pantai merupakan salah satu pilihan terbaik.
Namun
karena gerhana terjadi sore hari, bahkan di beberapa daerah di Indonesia
terjadi menjelang senja, harus dipilih lokasi yang memiliki pandangan bebas ke
arah barat. Hindari adanya gedung, pohon, atau obyek lain yang menghalangi
pandangan ke arah matahari.
Kendala
utama saat mengamati matahari adalah cuaca. Saat ini, hampir seluruh wilayah
Indonesia sedang memasuki puncak musim hujan hingga Februari nanti. Karena itu,
awan tipis, apalagi mendung, menjadi ancaman utama dalam menikmati fenomena
alam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar